Kamis, 24 November 2011

This too shall pass


Suatu hari Salomo ingin menguji Benaya Bin Yoyada, salah seorang menteri kepercayaannya. Dia berkata, “Benaya, aku ingin engkau membawakan suatu cincin untukku. Aku akan mengenakannya ketika Sukkot, berarti engkau punya waktu 6 bulan untuk menemukannya.”
“Jika sungguh cincin tersebut ada, Yang Mulia”, jawab Benaya, “Aku akan menemukannya dan membawanya ke hadapanmu, namun apakah yang membuat cincin ini begitu spesial?”
“Cincin ini memiliki kekuatan ajaib,” jawab raja. “Ketika orang yang sedang berbahagia melihat cincin ini, dia akan menjadi sedih. Sebaliknya ketika seorang yang sedang sedih melihatnya, dia akan berbahagia.” Salomo tahu bahwa cincin seperti itu tidak pernah ada di muka bumi, namun dia ingin mengajarkan rasa kerendahan hati pada menterinya.
Musim semi berlalu, musim panas berlalu, Benaya belum berhasil menemukan cincin tersebut dan bahkan tidak tahu di mana dia bisa menemukannya. Malam sebelum Sukkot, dia memutuskan untuk berjalan-jalan di salah satu kawasan termiskin di Yerusalem. Dia melewati seorang penjual tua yang baru saja menggelar barang dagangannya di karpet yang lusuh. Benaya bertanya padanya, “Apakah engkau pernah mendengar tentang cincin ajaib yang membuat pemakainya yang berbahagia menjadi lupa akan sukacitanya dan pemakainya yang bersedih hati menjadi lupa akan penderitaannya?”
Benaya melihat sang kakek mengambil cincin emas biasa dari karpetnya dan menuliskan sesuatu di cincin tersebut. Ketika Benaya membaca kata-kata di cincin tersebut, wajahnya menjadi cerah dihiasi senyuman lebar.
Malam itu seluruh kota merayakan libur Sukkot dengan pesta besar. “Sahabatku,” kata Salomo, “apakah engkau sudah menemukan cincin yang aku minta?” Semua menteri tertawa, dan Salomo sendiri pun tersenyum.
Namun mereka terkejut ketika Benaya menyerahkan cincin emas kecil dan memberitahukan, “Ini dia, Yang Mulia!” Segera setelah Salomo membaca ukiran cincin itu, senyumnya lenyap. Tukang emas itu menuliskan tiga huruf Ibrani di cincin: “gimel, zayin, yud”, yang dimulai dengan kata-kata “Gam zeh ya’avor” — “Ini pun akan berlalu.”
Pada saat itu Salomo menyadari bahwa seluruh kebijaksanaannya dan kekayaannya yang luarbiasa dan kekuasaannya yang sangat besar hanyalah sementara, karena suatu hari dia akan kembali menjadi debu.
————————————————————————————
This Too Shall Pass
One day Solomon decided to humble Benaiah ben Yehoyada, his most trusted minister. He said to him, “Benaiah, there is a certain ring that I want you to bring to me. I wish to wear it for Sukkot,  which gives you six months to find it.”
“If it exists anywhere on earth, your majesty,” replied Benaiah, “I will find it and bring it to you, but what makes the ring so special?”
“It has magic powers,” answered the king. “If a happy man looks at it, he becomes sad, and if a sad man looks at it, he becomes happy.” Solomon knew that no such ring existed in the world, but he wished to give his minister a little taste of humility.
Spring passed and then summer, and still Benaiah had no idea where he could find the ring. On the night before Sukkot, he decided to take a walk in one of he poorest quarters of Jerusalem. He passed by a merchant who had begun to set out the day’s wares on a shabby carpet. “Have you by any chance heard of a magic ring that makes the happy wearer forget his joy and the broken-hearted wearer forget his sorrows?” asked Benaiah.
He watched the grandfather take a plain gold ring from his carpet and engrave something on it. When Benaiah read the words on the ring, his face broke out in a wide smile.
That night the entire city welcomed in the holiday of Sukkot with great festivity. “Well, my friend,” said Solomon, “have you found what I sent you after?” All the ministers laughed and Solomon himself smiled.
To everyone’s surprise, Benaiah held up a small gold ring and declared, “Here it is, your majesty!” As soon as Solomon read the inscription, the smile vanished from his face. The jeweler had written three Hebrew letters on the gold band: “gimel, zayin, yud”, which began the words “Gam zeh ya’avor” — “This too shall pass.”
At that moment Solomon realized that all his wisdom and fabulous wealth and tremendous power were but fleeting things, for one day he would be nothing but dust.